Minat masyarakat Indonesia terhadap kegiatan membaca buku menunjukkan tren positif dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan survei terbaru dari Perpustakaan Nasional RI, terdapat peningkatan jumlah pembaca aktif hingga 15% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, di balik tren tersebut, masih terdapat sejumlah tantangan serius dalam membangun budaya literasi yang kuat dan merata di seluruh Indonesia.
📚 Minat Baca Meningkat, Terutama di Kalangan Anak Muda
Peningkatan minat baca paling menonjol terlihat di kalangan generasi muda, terutama usia 15–30 tahun. Ketersediaan buku digital, tren membaca lewat aplikasi e-book seperti iPusnas, Gramedia Digital, hingga Storytel, mendorong anak muda mengakses bacaan dengan lebih mudah dan murah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dulu saya jarang baca buku. Tapi sekarang, lewat HP, saya bisa baca novel atau buku pengembangan diri setiap malam,” ujar Tania (22), mahasiswi asal Surabaya.
🏫 Peran Sekolah dan Komunitas Literasi
Faktor pendukung utama meningkatnya minat baca adalah gerakan literasi sekolah dan munculnya komunitas membaca di berbagai daerah. Banyak sekolah mulai mewajibkan waktu membaca 15–30 menit sebelum pelajaran dimulai.
Komunitas seperti Indonesia Menyala, Bookhive Indonesia, dan Kelas Literasi Cinta juga aktif menggelar lapak baca gratis, diskusi buku, dan kegiatan donasi buku ke daerah terpencil.
🏞️ Tantangan: Akses Buku di Daerah 3T
Meskipun minat baca meningkat di kota-kota besar, pemerataan akses buku di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) masih menjadi tantangan besar. Banyak desa belum memiliki perpustakaan layak, sementara pengiriman buku masih terkendala biaya dan infrastruktur.
“Buku bacaan anak dan remaja di Papua atau NTT masih sangat terbatas. Ini harus jadi prioritas,” ujar Siti Khumairoh, aktivis literasi dari NTB.
📉 Indonesia Masih Rendah dalam Indeks Membaca Global
Meski terjadi peningkatan, menurut World’s Most Literate Nations Index, Indonesia masih berada di bawah negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura dalam hal budaya baca dan infrastruktur literasi.
Beberapa penyebab rendahnya daya baca antara lain:
-
Gaya hidup digital pasif (scrolling media sosial)
-
Kurangnya dorongan dari keluarga
-
Buku yang dianggap mahal atau tidak menarik
✍️ Upaya Pemerintah dan Harapan ke Depan
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah meluncurkan program “Gerakan Indonesia Membaca 2025”, yang menargetkan penyediaan 1 juta buku digital dan 10.000 perpustakaan sekolah berbasis digital di seluruh Indonesia.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, penerbit, komunitas, dan media, diharapkan literasi menjadi gerakan bersama yang tidak hanya sekadar membaca, tetapi juga berpikir kritis dan menulis secara produktif.
🏁 Penutup
Minat baca buku di Indonesia memang menunjukkan kemajuan yang menggembirakan, terutama di era digital. Namun perjuangan membangun bangsa yang literat masih panjang. Membaca bukan hanya soal minat, tapi juga akses, kualitas, dan lingkungan yang mendukung.