
Jakarta, 15 Juli 2025 – Dunia kuliner ibu kota kembali mengalami evolusi besar dengan maraknya tren “Street Food Premium” — konsep penyajian makanan jalanan khas Indonesia dengan pendekatan modern, elegan, dan eksklusif. Tidak lagi hanya ditemukan di pinggir jalan, kini sate ayam, nasi goreng, pempek, hingga soto Betawi hadir di restoran fine dining, food hall mewah, dan hotel-hotel berbintang.
Tren ini tidak hanya merepresentasikan transformasi kuliner lokal, tapi juga menggambarkan bagaimana identitas makanan rakyat naik kelas tanpa kehilangan cita rasa aslinya.
Dari Warteg ke White Tablecloth: Transformasi Gaya Penyajian
Fenomena ini mulai terlihat sejak akhir 2024 dan kini menjadi bagian dari gaya hidup warga urban kelas menengah atas. Tempat-tempat seperti:
-
Warteg Elit by F&B Empire (Senopati)
-
Sate Republic at The Langham Jakarta
-
Pempek Platinum by Chef Hendro
…menawarkan makanan lokal dengan plating artistik, bumbu yang diracik dengan teknik kuliner modern, serta pengalaman bersantap yang premium.
Di Warteg Elit, misalnya, menu seperti nasi rames daun kelor, semur jengkol sous-vide, dan tempe orek truffle oil dibanderol antara Rp85.000–Rp250.000 per porsi, lengkap dengan pairing minuman jamu modern atau kombucha lokal.
Cita Rasa Asli Tetap Dijaga
Meski tampil mewah, pelaku bisnis kuliner memastikan bahwa rasa otentik tetap jadi nyawa utama. Beberapa restoran bahkan bermitra langsung dengan koki warteg dan tukang sate tradisional untuk menjaga otensitas racikan dan teknik memasak.
Chef Surya Mahendra, mantan juru masak di Michelin-star restaurant di Prancis, kini memimpin dapur Warteg Nouvelle, dan ia mengaku sengaja “membawa pulang” teknik fine dining untuk merayakan makanan ibu sendiri.
“Kita bisa plating sate seperti steak Prancis, tapi rasa kecapnya harus tetap seperti buatan ibu di kampung,” jelasnya.
Respon Konsumen: Antara Antusias dan Kritik
Respon masyarakat terhadap street food premium cukup beragam. Banyak penikmat kuliner menyambut antusias karena merasa bangga bisa menyantap makanan lokal dengan pengalaman kelas dunia. Di sisi lain, beberapa mengkritik harga yang dianggap terlalu mahal untuk makanan “rakyat”.
Namun demikian, data dari GoFood Insights Q2 2025 menunjukkan peningkatan pesanan menu lokal bergaya premium sebanyak +64% dibandingkan tahun lalu, terutama di kategori nasi goreng spesial, sate wagyu, dan soto betawi fusion.
Salah satu pelanggan setia, Dina (32), seorang pegawai startup di SCBD mengatakan:
“Saya bangga bisa traktir klien dari luar negeri ke tempat yang menyajikan makanan Indonesia dengan standar internasional. Mereka jadi kagum kalau tahu ini makanan sehari-hari kita.”
Hotel dan Mal Mewah Berebut Kolaborasi Kuliner Lokal
Hotel-hotel papan atas seperti Mandarin Oriental, Fairmont, dan The Ritz-Carlton kini juga membuka pop-up resto lokal di area lounge mereka. Bahkan, mal premium seperti Plaza Indonesia dan ASHTA District 8 mulai menggandeng street food legendaris seperti Sate Khas Senayan, Lontong Sayur Kebon Kacang, dan Gudeg Jogja Bu Tjitro dalam versi eksklusif.
Kegiatan ini sekaligus menjadi bagian dari promosi budaya dan diplomasi kuliner Indonesia. Beberapa chef Indonesia juga diundang ke luar negeri untuk menyajikan street food premium di event internasional, seperti Dubai World Expo 2025 dan Tokyo Culinary Festival.
Dampak Sosial-Ekonomi dan Pelestarian
Yang menarik, tren ini juga membawa dampak positif bagi pelaku UMKM. Banyak warung kaki lima kini bermitra dengan food consultant dan investor untuk mengembangkan merek mereka ke kelas menengah atas.
Contohnya Pak Awi, penjual soto mie di Depok, kini bermitra dengan startup kuliner dan membuka cabang “Soto Mie Awi Signature” di sebuah pusat perbelanjaan Jakarta Selatan.
“Dulu saya jualan di gerobak, sekarang sudah pakai seragam dan kasir digital. Tapi rasa kuah dan sambal masih saya yang racik,” ujarnya bangga.
Penutup: Merayakan Rasa Lokal Lewat Sentuhan Global
Fenomena street food premium tidak hanya tentang mengangkat harga, tapi tentang menghargai warisan kuliner Indonesia dalam konteks yang lebih modern dan global. Ini adalah bentuk kebanggaan terhadap akar budaya, sekaligus bukti bahwa makanan lokal mampu bersanding di panggung gastronomi dunia tanpa harus menjadi asing.
Dengan pelestarian rasa, kolaborasi antar generasi, dan kreativitas tanpa batas, kuliner Indonesia tidak hanya naik kelas — ia sedang menuju ke puncak dunia.