Sebuah Lagu Puitis yang Melampaui Zaman
“Hallelujah” karya Leonard Cohen pertama kali dirilis pada tahun 1984 dalam album Various Positions. Awalnya lagu ini tidak mendapat perhatian besar, namun seiring waktu justru berkembang menjadi salah satu karya musik paling ikonik dan banyak dicover oleh musisi dunia, seperti Jeff Buckley, Rufus Wainwright, hingga kerap muncul di film, serial, dan acara kenegaraan. Dengan perpaduan lirik puitis, spiritualitas, dan nuansa melankolis, “Hallelujah” menjadi lagu yang mampu menyentuh hati jutaan orang lintas generasi.
Latar Belakang Penciptaan
Leonard Cohen menulis ratusan bait sebelum akhirnya memilih beberapa untuk versi rekaman awal. Lagu ini mencerminkan perjalanan panjang pencarian makna, baik dalam aspek religius, cinta, maupun eksistensi manusia. Cohen, yang dikenal sebagai penyair sekaligus musisi, menyalurkan kompleksitas spiritualitas dan kehidupan duniawi ke dalam lirik yang penuh ambiguitas.
Makna Lirik yang Multi-Interpretasi
“Hallelujah” berarti “pujian kepada Tuhan,” tetapi dalam lagu ini, kata tersebut digunakan dalam konteks yang luas—tidak hanya religius, tetapi juga romantis dan manusiawi. Ada bait yang mengisahkan kisah Raja Daud dan Batsyeba, menghubungkan cinta dan hasrat dengan spiritualitas. Namun, ada juga baris yang mencerminkan luka, kegagalan, dan penyesalan. Cohen seakan menegaskan bahwa hallelujah bisa diucapkan bukan hanya saat bahagia, tetapi juga dalam penderitaan dan kebingungan.
Antara Cinta, Doa, dan Ambiguitas Hidup
Kekuatan “Hallelujah” terletak pada kemampuannya merangkul kontradiksi. Lagu ini menampilkan cinta yang rapuh sekaligus sakral, doa yang khusyuk sekaligus penuh keraguan, dan hidup yang indah namun juga menyakitkan. Ambiguitas inilah yang membuat lagu ini begitu universal, karena setiap orang bisa menemukan dirinya di antara bait-bait tersebut.
Perjalanan Popularitas dan Versi Ikonik
Meski versi asli Cohen penuh dengan nuansa folk yang sederhana, Jeff Buckley melalui album Grace (1994) mempersembahkan versi emosional dan intim yang kemudian menjadi salah satu cover paling terkenal sepanjang masa. Versi ini bahkan sering dianggap sebagai interpretasi terbaik, membawa “Hallelujah” ke panggung dunia. Lagu ini kemudian menjadi anthem universal, diperdengarkan dalam perayaan, pernikahan, bahkan saat momen duka mendalam.
Relevansi Budaya dan Spiritual
“Hallelujah” telah melampaui batas genre musik dan menjadi semacam doa modern yang lintas agama, budaya, dan generasi. Ia menghadirkan pesan bahwa kehidupan tidak pernah hitam-putih—di dalam cinta ada luka, dalam doa ada keraguan, dan dalam penderitaan pun masih ada ruang untuk bersyukur. Lagu ini seakan mengajarkan bahwa setiap emosi manusiawi, baik yang indah maupun yang pahit, dapat menjadi bentuk “hallelujah” bagi kehidupan.
Kesimpulan
“Hallelujah” adalah bukti bahwa lagu bisa menjadi karya sastra sekaligus doa. Leonard Cohen berhasil meramu cinta, spiritualitas, dan ambiguitas hidup menjadi sebuah karya abadi yang tak lekang oleh waktu. Lagu ini mengingatkan bahwa di balik kebahagiaan maupun penderitaan, manusia tetap bisa menemukan makna dan menyebut hallelujah dengan penuh ketulusan. Hingga kini, “Hallelujah” terus hidup sebagai salah satu lagu paling indah dan reflektif dalam sejarah musik dunia.